Mitos Dibalik Keindahan Air Terjun Nglirip

Air Terjun Nglirip

Keindahan dari air terjun Nglirip yang berlokasi di Desa Mulyo Agung Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban, akan membawa traveller pada suasana alam yang asri. Kolam air dengan nuansa hijau tosca bisa membuat traveller betah berlama-lama di sana.

Air terjun dengan ketinggian sekitar 40 meter, yang bersumber dari Hutan Karawak, semakin tampak mempesona dengan  rimbunnya pepohonan disekitar air terjun.

BACA: Wisata Tersembunyi di Ampelgading

Berkunjung ke sana, traveller juga gak perlu kuatir pada kebutuhan konsumsi. Di sekitar air terjun, warung yang dibangun dari kayu menyediakan berbagai makanan dan minuman untuk menghilangkan rasa lapar atau haus traveller.

Dibalik keindahannya, terselip mitos mengenai air terjun Nglirip Tuban ini.

Konon, aalah seorang adipati Tuban (sebelum zaman Majapahit) terpikat pada kembang desa dan segera meminangnya. Dari pernikahan, mereka dikaruniai seorang anak lelaki yang diberi nama Joko Lelono. 

Singkat cerita, Joko Lelono yang sudah dewasa, memiliki kekasih yang berasal dari keluarga miskin. 

Mengetahui penolakan dari kedua orangtuanya, Joko Lelono meninggalkan rumah tanpa pamit hingga akhirnya, Joko Lelono meninggal di tangan prajurit suruhan orangtuanya.

Mengetahui kekasihnya relah meninggal, si gadis pujaan Joko Lelono lantas pergi ke sebuah gua yang terdapat di sekitar air terjun Nglirip untuk bertapa dan mengisolasi diri akibat sakit hati yang dirasanya sangat perih.

Dari mitos tersebut, hingga kini masyarakat sekitar percaya jika sesekali putri Nglirip ini muncul untuk mengambil air dari sekitar tempatnya bertapa.

Mitos yang berkembang, jika ada traveller yang berpacaran di sekitar air terjun, maka Putri Nglirip akan merasa terganggu, dan membuat pasangan tersebut tidak bisa melanjutkan hubungannya beberapa hari setelah kunjungi air terjun Nglirip. 

Namun, lain cerita dengan traveller yang menikmati suasana air terjun bersama pasangan sahnya. Konon sang putri Nglirip tidak akan merasa terusik.



Penulis: Khoiriyah

Editor: Agus Hermawan