Sejarah dan Filosofi Dibalik Kemeriahan Lomba Makan Kerupuk

Ilustrasi lomba makan kerupuk. Foto: ist

Menyambut peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI), masyarakat kerap menggelar berbagai lomba untukmerayakannya. Salah satu adalah perlombaan populer yang diadakan adalah lomba makan kerupuk, yang digantung di atas kepala, tanpa bantuan tangan.

Namun dibalik kemeriahan lomba makan kerupuk yang terpancar saat lomba, tahukah sobat triper jika terdapat sejarah kelam dan filosofinya.

Dirangkum dari berbagai sumber, perayaan HUT RI dengan berbagai macam perlombaan muncul pertama kali pada tahun 1950-an untuk menghibur rakyat Indonesia yang lelah usai masa peperangan.

Selama beberapa tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan, kondisi negara yang belum kondusif menyebabkan rakyat masih harus mengangkat senjata untuk mempertahankan kemerdekaan RI.

Hingga pada tahun 1950-an, saat kondisi negara mulai kondusif, digelarlah perlombaan dan acara meriah lain sebagai wujud syukur atas kemerdekaan bangsa ini.

Salah satu perlombaannya adalah lomba makan kerupuk yang bertujuan untuk mengingat masa prihatin yang dialami, terutama saat masa peperangan. 

Saat berperang, kerupuk sering menjadi lauk utama, khususnya masyarakat menengah ke bawah.

Ada juga yang menyebutkan jika kerupuk adalah makanan pelengkap andalan masyarakat pada era 1930-an sampai 1940-an.

Selain itu, dari sumber lain ada pula yang mengemukakan jika pada masa itu, masyarakat hanya memiliki tepung singkong sebagai bahan pangan yang terjangkau.

Mereka pun mengolahnya, mencetak, menjemur, dan menggorengnya hingga menjadi kerupuk untuk dikonsumsi sebagai lauk pendamping nasi.

Pada masa itu, krisis ekonomi tengah menghantui masyarakat dan kerupuk menjadi makanan berharga murah yang harganya mudah dijangkau oleh masyarakat. Sehingga pada masa itu keberadaan kerupuk dianggap sebagai penyelamat sekaligus simbol keprihatinan.


Artikel ini disusun localtrip dari berbagai sumber