Empat Tipe Perempuan Jawa Kuno

Prajnaparamitha.
Foto: dokumentasi Museum Nasional.

Perempuan Jawa Kuno dibagi dalam empat tipe, dari paling utama sampai paling buruk. Empat tipe perempuan yang dibagi bukan hanya dari segi fisik, tapi juga perangainya.

Menurut Sejarawan Suwardono kriteria menempatkan perempuan dalam tipe tertentu awalnya bersumber dari India. “Naskah mengenai kriteria perempuan itu tidak ditemukan, namun pada masa itu ketentuan untuk menempatkan sosok perempuan pada tipe tertentu secara umum telah dikenal,” tulis Suwardono dalam Tafsir Baru Ken Angrok.

Empat tipe perempuan tersebut antara lain padmini, citrini, sankini, dan hastini. Tipe pertama, padmini memiliki ciri fisik: matanya seperti mata kijang dengan ujung-ujung kemerahan, hidungnya kecil dan bentuknya bagus, wajahnya bagaikan bulan purnama yang keemasan seperti bunga cempaka, lehernya halus dan luwes, buah dada yang penuh dan tinggi; pusarnya dikelilingi tiga garis lipatan, kulitnya halus seperti kelopak bunga sirsak, suaranya manis mengalun, kalau jalan seperti angsa. Sedangkan wataknya pemalu, menyenangkan, pemurah, setia, memiliki rasa keagamaan, dan bertingkah terhormat.

Baca juga: Roti Berbiang Air Kencing

Tipe kedua, citrini memiliki tinggi badan sedang, ramping, dengan pinggul besar, rambutnya hitam lebat; matanya lincah dengan bibir yang penuh seperti buah mimba, lehernya membulat seperti siput dan luwes, dadanya besar dan berat dengan badan yang lentur, suaranya seperti suara merak, jalannya seperti gajah. Tipe ini tidak begitu tinggi sifat spiritualnya. Namun, ia mahir dan bercita rasa tinggi dalam kesenian. Ia suka mengenakan pakaian dan perhiasan yang bagus. Ia pandai bicara dan bebas mengutarakan pendapat. Pandai mengatur urusan rumah tangga dan senang dikagumi laki-laki.

Tipe ketiga, sankini, memiliki ciri-ciri berbadan kurus, tinggi, kekar, berdarah hangat, dengan lengan dan tungkai yang panjang, pinggangnya besar dengan buah dada yang kecil, di bawah kulitnya yang sawo matang terlihat urat-urat nadi  wajahnya berbentuk lonjong dan mendongak, suaranya serak, kalau berjalan cepat seperti terburu-buru, tapi ia cerdik juga sopan. Meski begitu, perempuan tipe ini selalu mencari kesempatan untuk menguntungkan dirinya sendiri dan cenderung egois meski pandai bersikap seolah pemurah. Tipe ini juga punya sifat keras kepala dan buruk hatinya, namun mampu menyembunyikannya. Ia banyak bicara dan banyak makan.

Tipe terakhir, hastini, bertubuh pendek, gemuk, buruk rupa. Ia mulutnya besar dengan bibir yang tebal, matanya kecil dan merah, wajahnya pucat, tidak bersinar, leher pendek atau kalau panjang bentuknya bengkok, kalau berjalan pelan dan tidak enak dilihat. Tipe ini sifatnya kejam dan tak punya malu.

Menurut Titi Surti Nastiti, arkeolog Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, keempat tipe perempuan mungkin saja mewakili empat kasta dalam Hindu: Brahmana, Ksatrya, Waisya, dan Sudra. Putri yang digambarkan dalam teks sastra dan relief candi masuk ke dalam tipe citrini. Sementara para pengiring putri dan putra raja atau para emban dimasukkan dalam kriteria hastini.

“Mungkin karena Pramodhawarddhani maupun Isanatunggawijaya adalah putri raja yang sangat taat pada agama sehingga lebih pantas dimasukkan ke dalam tipe padmini atau mereka tipe perempuan paling baik yang di dalam bahasa Jawa disebut dengan padmanagara,” tulis Titi dalam Perempuan Jawa.


Penulis: Risa Herdahita Putri