Menguak Kisah Porter Gunung Carstensz

Porter di Gunung Carstensz. Foto: @noerhoeda / IG: @gunungindonesia






Porter biasanya dapat dengan mudah ditemui disekitar kawasan gunung dan merupakan masyarakat asli daerah. Salah satu gunung yang membutuhkan porter dalam pendakiannya ialah Puncak Cartensz di Papua.

Keberadaan Gunung Cartensz terbilang diperhitungkan dalam dunia pendakian gunung di dunia. Gunung Cartensz termasuk ke dalam tujuh puncak tertinggi di lempengan benua, bersama Mount Everest (Asia), Kilimanjaro (Afrika), Elbrus (Eropa), Aconcagua (Amerika Selatan), Mckinley (Amerika Utara), dan Vinson Massif (Antartika).

Jalur pendakian Gunung Carstensz. Foto: porostimur.com
Untuk mendaki Puncak Carstensz di Papua, para pendaki disarankan memakai jasa porter yang merupakan masyarakat setempat. Mereka sangat kuat berjalan berhari-hari tanpa alas kaki, sambil membawa barang-barang berat. Jalur pendakian menuju Puncak Cartensz yang melewati Ugimba, Tambua, Basecamp Danau-danau terkenal sangat berat, tapi para porter yang berasal dari Desa Ugimba ini mampu berjalan tanpa alas kaki dengan beban barang yang ditaruh dalam noken.


Memakai jasa porter? Ah, kalau begitu mengurangi nilai petualangan dong. Lagipula, harga porter untuk pendakian ke Puncak Carstensz ini paling mahal di Indonesia. 

Lalu seberapa mahal pendakian menuju Gunung Carstensz? Seorang pendaki gunung dari Adventure & Rescue Team, Surveyor Indonesia, Leny Surya Martina berbagi cerita tentang mahalnya pendakian Gunung Carstensz. Harga porter untuk sekali perjalanan pendakian Gunung Carstensz berkisar Rp 7-8 juta untuk sekali trip. Sementara, lanjutnya, untuk satu orang membutuhkan dua porter.

Porter mengangkat barang menggunakan noken. Foto: detik.travel.com


Di balik kekuatan porter di Gunung Carstensz, mereka yang merupakan masyarakat Ugimba, masyarakat yang tinggal di pedalaman Papua ini sangat suka dengan gula.

BACA: Belajar Sejarah dari Museum Trinil 

Bahkan, saat kehabisan gula, mereka tak segan untuk meminta pada pendaki.

Porter-porter untuk pendakian ke puncak Carstensz terkenal ramah dan baik. Selama perjalanan para porter saling mengobrol dalam bahasa Suku Moni dan tidak tampak kelelahan sedikitpun di wajah mereka kendati beban berat di punggungnya yang harus digendong melewati jalan yang sangat sulit.


Penulis: Fransiscus Yacobus Maria Meo
Editor: Agus Hermawan