Legenda Celurit Madura Sebagai Senjata Pertahanan yang Konon Berawal dari Perlawanan Belanda di Pasuruan

Celurit Madura. Foto: ist


Celurit atau Clurit tak dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi masyarakat Madura. Bagi masyarakat Madura, celurit juga merupakan simbol kejantanan laki-laki.

Dikutip dari situs resmi Kemendikbud, menurut Budayawan D. Zawawi Imron, senjata Clurit memiliki filosofi, dari bentuknya yang mirip tanda tanya. 

Hal tersebut bisa dimaknai sebagai satu bentuk kepribadian masyarakat Madura yang memiliki rasa selalu ingin tahu. 

Namun ada penafsiran lain, bahwa karena Celurit itu bentuknya bengkok, mirip dengan tulang rusuk manusia yang berkurang itu. Karena itu agar kejantanan laki-laki tidak berkurang maka mengganti tulang rusuk yang hilang itu dengan celurit yang diselipkan di pinggang bagian kiri. 

Senjata tradisional ini memiliki bilah terbuat dari besi berbentuk melengkung mirip bulan sabit. Pada umumnya clurit diwadahi sarung terbuat dari kulit sapi atau kerbau yang tebal serta memiliki gagang (hulu) terbuat dari kayu.

Ada beberapa macam jenis celurit, diantaranya Takabuwan, yang biasanya digunakan untuk carok, yaitu perkelahian yang biasanya dilakukan ketika seseorang merasa dipermalukan dan harga dirinya dilecehkan. 

Jenis clurit yang lain adalah Dhang Osok memiliki bentuk seperti buah pisang. Clurit jenis ini biasanya bukan untuk keperluan rumahtangga melainkan untuk alat pertahanan diri, yang hanya ditaruh di rumah karena bentuknya melebihi ukuran celurit pada umumnya sehingga tidak dapat dibawa bepergian. 

Ada lagi yang disebut tekos bu-ambu (bentuknya seperti tikus sedang diam), Bulu Ajem (bulu ayam, lancor ayam), atau yang bergagang sangat panjang disebut Lancor dan Kodi.

Sedangkan Sabit atau Tane, yang bentuknya lebih sederhana biasanya digunakan sebagai alat pertanian. Demikian pula Bendho, Bhirang atau Biris yang menyerupai pisau besar (parang), hanya sebagian kecil ujungnya saja yang melengkung, koner, larang dan tumbak (tombak). 

Sejarah asal mula clurit hingga kini memang belum ditemukan. Justru legendanya berasal dari Pasuruan yang bukan berada di pulau Madura. 

Konon seorang mandor tebu beretnis Madura bernama Sakerah melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda menggunakan clurit yang biasanya hanya digunakan sebagai alat pertanian. 

Hingga akhirnya, lelaki perkasa asal Bangkalan itu dihukum mati oleh Belanda. Akibatnya warga Pasuruan yang mayoritas berasal dari suku Madura marah dan mulai berani melakukan perlawanan menggunakan senjata andalan berupa celurit. 

Sejak itulah, celurit mulai beralih fungsi menjadi simbol perlawanan, simbol harga diri serta strata sosial.