Menelisik Kewajiban Hubungan Badan Pasca Khitan dalam Tradisi Sifon

Indonesia, adalah sebuah negara dengan tujuh belas ribu lebih kepulauan yang menaungi ratusan suku. Salah satu dari ratusan suku tersebut adalah suku bangsa Atoni Meto — yang juga dikenal sebagai suku bangsa Dawan — yang tinggal di Nusa Tenggara Timur. 
Suku Atoni Meto memiliki ritual yang cukup unik, yaitu ritual sifon yang merupakan bagian dari salah satu ritual sunat tradisional masih banyak dilakukan.
Setiap anak laki-laki dari Suku Atoni Pah Meto yang telah memasuki usia pubertas akan disunat dengan menggunakan pisau tajam dan penjepit dari bambu. Tradisi ini sebagai tanda telah memasuki kedewasaan dan meningkatkan kepuasaan seksual. 
Ketika luka sunat masih basah, si anak laki-laki kemudian diharuskan melakukan hubungan seksual untuk membuang sial dan penyakit.
Oleh karena itu, perempuan yang terlibat dalam ritual sifon bukan merupakan istri, calon istri, ataupun kerabat dekat perempuan dari laki-laki yang disunat. Hal ini disebabkan perempuan yang melakukan sifon dipercaya telah menerima ‘panas’ dari lelaki yang sunat sehingga tidak boleh lagi melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang sama. 
Ritual Sifon. Sumber foto: youtube



Perempuan yang ikut dalam ritual sifon juga harus perempuan yang sudah pernah melakukan hubungan seksual, sehingga tidak akan mengalami kesulitan saat proses sifon. Oleh sebab itu, kebanyakan perempuan yang melakukan sifon adalah janda dan perempuan tua yang ditinggal suaminya. Namun dalam perkembangannya, pekerja seks komersial (PSK) juga dijadikan medium dalam sifon.

Baca juga: Mengintip Ritual 'Aneh' Gunung Kemukus

Selain merujuk pada penyakit atau hal yang membawa sial, istilah ‘panas’ juga mengacu pada ‘pendinginan panas bumi’ — merujuk pada pembaharuan dan pengembalian dunia seperti saat pertama kali diciptakan— dan memohon untuk kesuburan alam. 
Asal-muasal dari ritual ini berangkat dari ritual pengorbanan manusia, tetapi seiring berjalannya waktu, ritual tersebut digantikan dengan ritual sifon. 
Ritual sifon dilakukan didasarkan pada kepercayaan suku Atoni Meto yang menempatkan alat kelamin pria sebagai sebuah alat vital pencipta kehidupan. 
Tradisi ini dilakukan pada saat musim panen karena kejantanan laki-laki yang tercermin dari penis merupakan representasi permohononan masyarakat akan kesuburan alam dan kelancaran panen. Oleh karena itu, tradisi sifon merupakan ritual yang penting bagi suku Atoni Meto di NTT.
Ritual sunat tradisional ini hanya boleh dilakukan oleh tukang sunat yang disebut ahelet. Tugas ahelet adalah memastikan tata cara, prosesi dan urutan sunat sudah sesuai dengan aturan adat. 
Perempuan yang dipilih sebagai medium sifon disyaratkan tidak bersuami, sebab bila hal tersebut dilanggar, berarti melanggar hukum adat perkawinan.


Kontributor: Fransiscus Yacobus Mariameo